gaya konvensional pasukan templar, beraksi menunggu perintah.
apa kami semua disatukan berdasarkan kebutuhan dan dipecahkan menjadi satuan berdasarkan kebutuhan pula?
apa anda melihat kami hanya sekumpulan pejuang templar, pejalan kaki, nyawa kami tidak berarti dibanding komando dan kapten dan tetek bengek lainnya.
mereka di langit itu sibuk membicarakan strategi dan harga diri.
kami menunggu perintah untuk menjual darah kami sendiri.
berdiri sendiri di garis depan dan menanti ajal menjemput hingga kami tak satu lagi dengan raga ini.
saya tegaskan disini, bahwa kami ada di garis depan. dengan peralatan seadanya.
terkadang kami merasa bahwa nyawa kami adalah kumpulan terbuang yang tidak di hargai.
bukan kami gila akan rasa hormat. nyatanya, seharusnya, dan selayaknya, kami adalah pejuang tanpa tanda jasa. kami tidak diizinkan untuk berjuang memakai seragam kebesaran kami. kami mengatasnamakan negara kami, dan mengesampingkan rasa bangga kami sebagai manusia (yang nyatanya hanya dibedakan lewat baju zirah dan pedang disarung kami itu).
setelah perang besar ini (masih berlangsung), kami dikuburkan di dalam satu kubangan besar. dalam kondisi mengenaskan. dicampur adukan satu dan yang lain. sadis? hanya sebuah bentuk kecil rasa tidak menghargai. ya, seperti itulah tingkah pongah mereka. dan sekali lagi kami hanya habis dimakan burung hitam itu, dan dibiarkan membusuk di tanah antah berantah.
ketika satu dari kami jatuh, seribu bermunculan dan hilang satu persatu.
ketika perintah datang, kami bergerak. ketika musuh datang, kami bergerak.
sampai rasa gerah dan bosan ini menggelayuti diri kami, kami tetap mengangkat pedang untuk apa yang kami sebut dengan negara.
siang malam mengabdikan diri kami untuk kepentingan kepala kepala besar yang terkadang tidak tahu rasa sakit ketika pedang menghunus kulitmu. perihnya. pedihnya.
tak peduli ketika kau malas untuk bergerak, namun perintah adalah harga mati.
sangat konservatif sekali hidup kami, para prajurit templar.
hingga datang akhir dunia, dan nama kami terhapus selamanya.
bolehkah saya berbicara mewakili kepala kepala yang terpenggal tergeletak di tanah kosong ini?
saya hanya ingin tahu apa yang ada di kepala anda, tuan, saat anda berkata 'serang' namun anda tetap berada di garis belakang bergelimang harta dan makanan, sementara kami membunuh, membunuh, dan terus membunuh.
salahkah kami memikirkan perut kami untuk sehari saja?
maaf tapi kami juga manusia yang punya perasaan. membutuhkan apa yang dibutuhkan manusia lainnya, termasuk anda, tuan.
ketika tuan memutuskan untuk mengorbankan ratusan dari kami, apakah tuan melihat kami sebagai umpan?
saya rasa saya tidak berlebihan jika suatu saat nanti kami frustasi dan menginginkan perubaha. dan ketika revolusi tercetak di atas gelimangan darah para pejuang templar, saya tidak bisa menyalahkan anda. karena anda sama seperti kami, hanya manusia yang tidak luput dari kekeliruan
No comments:
Post a Comment